pasarsapi

Archive for February, 2011|Monthly archive page

Mimpiku Mimpi Anakku

In Mengelola orang on February 21, 2011 at 5:36 am

Pada suatu ketika dalam kelas Akademi Berbagi, sang pengajar Shafiq Pontoh bercerita tentang background pendidikannya di ITB. Dia sangat menyukai seni dan ingin masuk jurusan seni rupa ITB tetapi tidak dikabulkan oleh orang tuanya. Dengan berbagai cara dan upaya, Shafiq berusaha keras untuk mendapatkan pendidikan dibidang yang dia senangi. Tetapi orang tua terus menentang, menurut mereka seni tidak ada masa depannya. Setelah segala upaya gagal, Shafiq pun menyerah mengambil jurusan Fisika di ITB berharap ada yang dia sukai dari situ. Karena passion-nya terhadap bidang seni dan kreatif sangat tinggi, pada akhirnya dia pun terdampar di bidang pekerjaan yang sarat dengan seni dan kreativitas yaitu : Strategic Planner di sebuah perusahaan iklan besar : Ogilvy.

Kasus saya mirip dengan Shafiq dimana orang tua yang menentukan jurusan apa yang harus saya ambil di perguruan tinggi. Dan sama juga dengan Shafiq, pekerjaan saya sekarang tidak ada hubungan dengan background pendidikan saya. Kalau dicari baiknya, selalu ada hikmahnya pasti. Saya jadi paham keuangan karena pendidikan saya akuntansi dan bisa menyusun angka-angka dari sebuah project. Tetapi pemilihan jurusan yang kurang tepat membuat saya berjuang extra keras untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan passion. Butuh belajar lebih banyak, mencoba berkali-kali dan salah, jatuh bangun dan hampir putus asa menjadi bagian hidup. Tidak menyerah kemudian yang menjadi kunci dari seluruh perjalanan karir saya.

Berkaca dari kasus Shafiq dan saya, berapa banyak orang tua yang serperti orang tua kami? Kenapa mereka memaksakan pilihan mereka kepada anaknya, sedangkan kata para cendekia masa depan anak adalah milik anaknya sepenuhnya, orang tua bahkan tidak bisa memahami apalagi mencampuri. Bukankah dengan memaksakan mimpi orang tua kepada anak seringkali justru menyulitkan langkah anaknya di masa depan?

Kini saya menjadi orang tua dan menyadari kenapa orang tua terkadang begitu mencampuri bahkan menyusun jalan menuju masa depan anaknya. Menjadi orang tua tidak mudah, tanggung jawabnya luar biasa yaitu harus merawat dan mendidik sehingga menjadi anak baik dan berguna. Mempersiapkan masa depan mereka yang entah akan seperti apa, hanya belajar dari masa lalu serta trial and eror. Tidak ada satu petunjuk atau tips mejadi orang tua yang ideal serta beragam tantangannya lainnya.

Orang tua selalu ingin memastikan bahwa anaknya kelak baik-baik saja, begitu juga saya, yang kemudian berlebihan dalam menjaga amanahNYA. Rasa bahwa anak milik kita, kita yang lebih tahu dari anaknya karena kita hidup sudah lebih lama terkadang melupakan bahwa anak adalah sama dengan kita, punya hati punya mimpi yang seringkali berbeda dengan mimpi orang tuanya. Sampai berapa lama kita sebagai orang tua mendampingi? Kita tidak tahu kapan dipanggil Sang Pemilik. Seperti kejadian barusan almarhum Adjie Mas’aid, meninggalkan anaknya dalam usia yang masih sangat kecil. Boro-boro soal masa depan, mungkin value yang ingin diajarkan belum sepenuhnya tersampaikan.

Menjaga dan merawat anak tetap sebagai amanah yang suatu saat harus kita kembalikan ke Pemiliknya dalam keadaan baik itu berat sekali buat saya pribadi. Saya begitu mencintai anak saya, ingin dia selalu bahagia, hidupnya lancar tidak ada kesulitan berarti dan kelak jika saya pergi dia sudah bisa mandiri dan sukses. Duuh…indeal banget ya! Keinginan itu saya yakin juga diinginkan oleh banyak orang tua, sehingga kita seringkali salah menterjemahkan kasih sayang menjadi suatu pemaksaan. Mimpi kita tentang suatu profesi yang keren belum tentu sama dengan mimpi anak kita dan belum tentu di masa depan kelak profesi itu tetap keren. Jangan-jangan sudah tidak ada. Rene dalam bukunya menuliskan dalam satu tahun terakhir ini banyak profesi-profesi baru bermunculan yang dulu tidak terpikir sama sekali, bahkan beberapa profesi yang dulu unggulan sekarang sudah tidak menjual lagi.

Jadi masih mau sotoy terhadap masa depan dan pilihan anak? Saya sih … teteeup haha, ya saya orang tua posesif, dan seringkali kuatir berlebihan. Saat ini saya sedang mengikis pelan-pelan rasa memiliki dan ingin mengatur semua kehidupan anak saya secara berlebihan. Mencoba mengikhlaskan bagian-bagian yang sebenarnya bukan domain saya sebagai orang tua. Ada domain Tuhan dalam hidup anak saya, dan saya tidak perlu mengambil alih tugasNYA.

Teringat salah satu tweet Kang Lantip tentang asuransi. Bahwa asuransi dan persiapan dana untuk masa depan itu tidak lebih penting daripada melunasi hutang. Mempersiapkan segala kebutuhan anak jika kelak mati, seakan-akan kita yakin anak kita tidak mampu berdiri sendiri dan melupakan Tuhan sang pemilik hidup. Saya tertohok sangat. Saya orang tua posesif yang merasa anak harus dijaga terus dan tetap aman sampai kapan pun.

Tuhan ada dan tidak pernah membiarkan makhlukNYA sendirian. Selalu ada invisible hand yang akan terus terulur sampai kapan pun. Bukan saya kemudian menganggap asuransi tidak bagus. Mempersiapkan segala sesuatu itu baik dan sudah seharusnya tetapi dalam batas keyakinan bahwa kuasa Tuhan tetap di atas semuanya dan pertolonganNYA tiada batasnya. Tidak memaksakan kehendak pribadi saya dengan mengatasnamakan perintah orang tua harus dijalankan, serta memberikan dia ruang kebebasan untuk berekspresi, berpendapat dan berkeinginan. Yakinlah bahwa anak-anak kita bisa menemukan jalan kesuksesannya sendiri.

Ada hal-hal prinsip yang memang harus kita tegakkan kepada anak, ada hal-hal yang wajib diterima anak sebagai sebuah value yang kita anut bersama tetapi selebihnya anak boleh memiliki mimpi dan value yang berbeda sepanjang tidak merugikan dirinya dan orang lain. Keselamatan anak di dunia dan di akherat adalah tanggung jawab saya sebagai orang tua dalam batas kemampuan sebagai manusia. Selebihnya biar Tuhan yang bekerja, DIA maha Tahu apa yang terbaik buat putra-putri kita dan saya percaya Tuhan tidak pernah melepaskan genggamanNYA kepada kita dan anak-anak kita.

*Catatan seorang ibu yang melahirkan anak perempuan dengan penuh perjuangan dan kesulitan luar biasa sehingga menjadi orang tua yang posesif dan sotoy 😀 *

Dari 140 karakter Mimpi Indonesia Cerdas Kita bangun

In Mengelola orang on February 9, 2011 at 1:31 am

Salah satu yang membuat saya melupakan blog adalah adanya medium baru yang lebih ringkas, cepat dan langsung dapat respon dari teman-teman cukup dengan 140 karakter. Ya, saya sedang kecanduan twitter. Dengan segala keterbatasannya yaitu hanya 140 karakter, hanya tersimpan 7 hari, gerakannya yang begitu cepat, twitter mampu menyalurkan apa yang tersumbat dipikiran. Kegembiraan, kegelisahan, kemarahan, kekecewaan, dan harapan semua tumplek bleg. Istilah nyampah di timeline mungkin benar adanya, kita tumpahkan ribuan kata-kata entah bermakna atau tidak yang penting berceloteh dan eksis. Hahaha…..

Kapan pun dimana pun saya bisa menuliskan sesuatu, pemakaian yang begitu mudah dan mobile sangat cocok bagi pemalas seperti saya. Terus terang saya semakin jarang membaca berita dari website langsung, atau pun menonton berita di TV. Di twitter informasi lebih cepat walau terkadang tidak akurat, dan hampir semua portal media ada di twitter juga. Kita tinggal baca headline-headlinenya yang gak suka lewatkan yang menarik tinggal klik linkmya. Beres.

Apakah fungsi twitter hanya seperti itu? Untuk saya, tidak! Dengan berjalannya waktu, saya menemukan bahwa dengan twitter saya bisa berbuat sesuatu. Paling tidak untuk teman-teman di garis waktu saya. Lahirnya Akademi Berbagi sebuah kegiatan berbagi ilmu gratis bagi siapa saja yang mau bermula dari twitter. Di twitter saya berkenalan dengan orang-orang hebat yang berbaik hati untuk membagi ilmunya. Mereka dengan senang hati mengajar dan memberikan bukan hanya ilmu tetapi juga pengalaman di bidang masig-masing. Sebuah pengetahuan yang luar biasa menurut saya. Jika di sekolah kita mendapatkan ilmu secara formal dan akademis, di Akademi Berbagi kita juga mendapatkan pengalaman yang mahal dari para pelaku bisnis dan organisasi.

Beberapa menamai gerakan Akademi Berbagi sebagai social movement, beberapa menamai urban movement atau online movement. Apapun istilahnya saya terima saja, karena gerakan ini murni dilakukan tanpa bayaran baik gurunya, penyelenggaranya, tempatnya semua gratisan.Teman-teman yang kemudian ikut membantu pun dengan sukarela mereka bekerja penuh semangat. Misi kita cuma satu : berbagi ilmu sebanyak-banyaknya kepada siapa saja. Akademi Berbagi menjadi jembatan yang menghubungkan para ahli dengan yang membutuhkan. Pada perkembangannya bukan hanya ilmu yang diperoleh tetapi jaringan dan relasi juga didapat. Tinggal pintar-pintarnya kita memanfaatkan peluang yang ada.

Satu hal yang membuat saya begitu antusias adalah karena bidang pendidikan ternyata menjadi passion saya. Terimakasih kepada Rene Suhardono yang membantu membuka mata telinga dan hati saya untuk menemukan jalan yang tepat. Thanks Rene! Sebuah gerakan yang dikerjakan dengan passion, terasa lebih mudah dan ringan nyaris tanpa beban. Saya tidak mendapatkan uang dari sini, tetapi jaringan, relasi dan pengalaman para guru membukakan banyak jalan baru.

Saat ini Akademi Berbagi nyaris 1 tahun berjalan. Tidak ada kendala yang berarti, karena kami percaya “Berbagi bikin happy”. Kalau kemudian ada organisasi atau brand yang mengapresiasi kegiatan ini, itu bonus buat saya dan teman-teman untuk lebih bersemangat. Cukup mengejutkan ketika Akademi Berbagi menjadi 10 besar kandidat Aksi #klikhati, sebuah kegiatan penghargaan kepada aktivitas sosial yang dibangun melalui jaringan online. Klik Hati dimotori oleh sebuah perusahaan farmasi Merck dan akan memberikan penghargaan bagi 5 pemenang yaitu bantuan dana untuk mengembangkan aktivitas sosialnya. Saat ini saya masih menunggu kabar baik itu, tetapi menang atau kalah bukan tujuan saya. Bagi saya semua yang berani bergerak untuk membantu sesama dan tetap menjaga secara konsisten itulah juaranya. Tidak penting besar kecilnya, yang penting mempunyai manfaat bagi sekitar apa pun bidangnya.

Apakah Akademi Berbagi kemudian akan menjadi gerakan yang besar, dan di copy paste diberbagai tempat, menjadi semangat untuk berbagi ilmu sehingga masyarakat Indonesia semakin cerdas? Wallahu ‘alam tetapi saya dan teman-teman sangat mengharapkan itu terjadi. Perlu dukungan dan bantuan dari berbagi pihak itu pasti. Tetapi saya punya keyakinan selama niatnya baik, dijalankan dengan benar pasti ada jalan dan banyak dukungan.

Teringat twit pertanyaan dari Farhan sang MC kondang dan penyiar radio Delta FM : apakah social media bisa menggerakkan banyak orang untuk bertindak? Menurut saya : jawabnya iya dan tidak. Karena tetap saja gerakan di online akan menjadi gerakan di offline sangat terkait dengan : issue yang diusung, momentum yang ada serta siapa pembawa pesan atau sang influencernya. Gerakan online hanya akan menjadi teriakan di timeline saja jika issue yang diusung tidak menyentuh hati banyak orang, atau tidak memperoleh momentum yang tepat atau tidak dibawakan oleh orang yang tepat juga. Tidak harus ketiga-tiganya terpenuhi, 2 saja menurut saya cukup tetapi jika tiga-tiganya terpenuhi akan luar biasa.

Belajar dari koin Prita, Bibit-Chandra “Cicak vs Buaya’ 2 gerakan ini memenuhi ketiga unsur di atas sehingga kemudian menjadi gerakan massa yang cukup besar dan nyata. Aapakah kemudian Akademi Berbagi bisa seperti itu? Dalam konteks yang berbeda mungkin bisa. Karena Akademi Berbagi bukan pengumpulan massa, tetapi lebih kepada spiritnya yaitu berbagi ilmu kepada siapa saja dimana saja tanpa biaya. Spirit ini yang terus akan kita bangun dan tularkan kepada semua orang. Silakan bikin Akademi Berbagi dimana saja dan saya yakin pasti bisa. Tinggal meniru yang sudah saya bikin atau mau dimodifikasi monggo saja yang penting semangat berbagi ilmunya tetap terjaga.

Kebodohan menjadi issue penting di negeri ini, kekerasan dan ketertindasan bermula dari kebodohan. Jika kita sama-sama menyadari itu, maka kemudian pendidikan adalah hal mutlak yang harus mudah diakses dan didapat oleh siapa saja. Menunggu pemerintah sama saja membenturkan kepala ke dinding, dampak dari kebodohan sudah melebar kemana-mana. Kita hanya perlu bergandengan tangan, meluangkan waktu sedikit dan jalankan. Simple dan mudah.

Mimpi saya, mimpi teman-teman saya, dan juga mimpi kita semua sebenarnya sama : masyarakat kita lebih cerdas sehingga mereka dapat menyelesaikan persoalan-persoalan dalam hidupnya. Seperti kata almarhum Bapak saya : tidak ada yang tida bisa, semua pasti bisa asal kita mau. Tidak ada yang susah jika dikerjakan bersama-sama dan menggunakan hati. Jalan masih panjang, karena kami juga tidak berharap semua instant. Yang kami harap semakin banyak orang mau menyontek Akademi Berbagi di berbagi daerah dan kelompok masing-masing. Tidak harus besar, kecil-kecil jika banyak dan tersebar ke berbagai wilayah akan besar juga bukan?

Yuuk berbagi, berbagi selalu bikin happy!